Salahkah Polisi dalam proses “insignificant principle”(kasus seperti mbah minah,pencurian semangka)??

Standar

Dalam perkuliahan di kelas  sering pak” prof ”  dosen saya menanyakan dimanakah” hati nurani seorang penegak hukum sampai tega memproses mbah minah yang hanya mengambil  buah kakao yang jatuh ke halamannya?”.Hal ini yang menyebabkan polisi dianggap sewenang-wenang dalam kewenangannya bila dibandingkan dengan korupsi dengan kerugian  milyaran mengapa harus memproses mbah minah yang hanya mencuri 2 buah kakao,tetapi kita melihat dari sudut polisi saja pernahkah kita menanyakan hal ini dengan korban pihak perusahaan yang mengalami kerugian sehingga perusahaan melaporkan mbah minah atau kasus pencurian semangka ,pencurian kapas.Polisi sebagai “hukum yang berjalan ” memang mempunyai diskresi kepolisian untuk menyelesaikan perakara yang ringan tetapi polisi tetap mempunyai pedoman petunjuk teknis untuk menyelesaikan perkara pidana secara prosedur sesuai undang-undang (KUHP,KUHAP,Undang-undang Kepolisian ).Dalam tugasnya menegakan hukum polisi menghadapi dilema bila tidak memproses suatu pidana yang dilaporkan penyidik akan mendapat keluhan dari pelapor dan penyidik akan diperiksa oleh satuan PROPAM atau istilah asingnya “Internal Affair” karena dianggap tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya dan bisa mendapatkan sanksi disiplin sampai dimutasikan ke satuan administrasi karena dianggap lalai.bila dikaji oleh pendapat  Satjipto Rahardjo, hukum bukanlah sekedar logika semata, lebih daripada itu hukum merupakan ilmu sebenarnya (genuine science),(Satjipto Rahardjo melihat hukum sebagai objek ilmu daripada profesi, dengan selalu berusaha untuk memahami atau melihat kaitan dengan hal-hal dibelakang hukum, keinginan untuk melihat logika social dari hukum lebih besar daripada logika hukum atau perundang-undangan), yang harus selalu dimaknai sehingga selalu up to date. Pemikiran konvensional yang selama ini menguasai/mendominasi karakteriktik berpikir ilmuwan hukum, bagi Satjipto merupakan tragedi pemikiran.Sejak munculnya hukum modern, seluruh tatanan social yang ada mengalami perubahan luar biasa. Kemunculan hukum modern tidak terlepas dari munculnya negara modern. Negara bertujuan untuk menata kehidupan masyarakat, dan pada saat yang sama kekuasaan negara menjadi sangat hegemonial, sehingga seluruh yang ada dalam lingkup kekuasaan negara harus diberi label negara, undang-undang negara, peradilan negara, polisi negara, hakim negara dan seterusnya. Bagi hukum ini merupakan sebuah puncak perkembangan yang ujungnya berakhir pada dogmatisme hukum, liberalisme, kapitalisme, formalisme dan kodifikasi.Untuk melaksanakan pemikiran Prof  Tjip supaya polisi dalam menegakan hukum supaya adil sehingga tidak dianggap sewenang-wenang seperti kasus mbah minah ,pencurian semangka ,pencurian kapas kita seharusnya dapat melihat dari semua sisi  jangan hanya dari korban tetapi dari pelapor dan juga mekanisme hukum positif kita ,saya sependapat Prof Tjip supaya Peran dan fungsi Polri bukan sebagai alat kekuasaan atau pemerintah tetapi sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, yang merupakan institusi wakil rakyat dalam melaksanakan fungsi kepolisian. Oleh sebab itu Polri dalam melaksanakan tugasnya hendaknya menggunakan sistem H2O yaitu senantiasa menggunakan hati nurani ,otak, otot dan (Rahardjo, 2000), Karena yang dihadapi dalam tugasnya adalah masyarakatnya, manusia yang harus dibimbing, dilindungi dan dihormati hak-haknya sebagai manusia .

Fungsi dan tugas polisi  dalam masa ini perlu dilakukan pembaharuan  penegakan hukum untuk menyesuaikan perkembangan serta tuntutan  masyarakat..Polri adalah suatu lembaga yang memiliki tugas pokok sebagai pelindung, pelayan, pengayom masyarakat serta selaku aparat penegak hukum. Di era reformasi saat ini sebagaimana manusia secara individu, Polri juga tidak luput melakukan perubahan-perubahan nilai yang lebih baik, Kapolri merespons pembaharuan  penegakan hukum sesuai dengan keinginan masyarakat yang menginginkan supaya polisi tidak terlalu kaku dalam menegakan hukum dengan mengedepankan alternative dispute resolution melalui kebijakan berupa;

Surat Telegram Kapolri No Pol : B/3022/XII/2009/ SDEOPS,  tanggal 14  Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternatif Dispute Resolusion (ADR) dijelaskan bahwa salah satu bentuk penyelesaian masalah dalam penerapan Polmas adalah penerapan konsep Alternatif Dispute Resolution (ADR), yakni pola penyelesaian masalah sosial melalui jalur alternatif selain proses hukum atau non litigasi antara lain melalui upaya perdamaian.Akhir-akhir ini banyak proses penegakkan hukum terhadap kasus tindak pidana dengan kerugian sangat kecil menjadi sorotan media massa dan masyarakat, terkesan aparat CJS terlalu kaku dalam penegakan hukum, berkaitan dengan hal tersebut di atas, agar diambil langkah – langkah sbb :

1.Mengupayakan penanganan kasus pidana yang mempunyai    kerugian materi kecil, penyelesaiannya dapat diarahkan melalui konsep ADR

2.Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus disepakati oleh pihak-pihak yg berperkara namun apabila tidak terdapat kesepakatan baru diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum yg berlaku secara profesional dan proporsional

3.Penyelesaian kasus pidana yg menggunakan ADR harus berprinsip pada musyawarah mufakat dan harus diketahui oleh masyarakat sekitar dengan menyertakan RT RW setempat

4.Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus menghormati norma hukum sosial / adat serta memenuhi azas keadilan

5.Memberdayakan anggota Polmas dan memerankan FKPM yang ada di wilayah masing2 utk mampu mengidentifikasi kasus-kasus pidana yang mempunyai kerugian materiil kecil dan memungkinkan untuk diselesaikan melalui konsep ADR.

6.Untuk kasus yang telah dapat diselesaikan melalui konsep ADR agar tidak lagi di sentuh oleh tindakan hukum lain yang kontra produktif dengan tujuan Polmas.

Mediasi penal (penal mediation) sering juga disebut dengan berbagai istilah, antara lain : “mediation in criminal cases” atau ”mediation in penal matters” yang dalam istilah Belanda disebut strafbemiddeling, dalam  istilah Jer-man disebut ”Der Außergerichtliche Tataus-gleich” (disingkat  ATA) dan dalam istilah Perancis disebut ”de mediation pénale”. Karena mediasi penal terutama mempertemukan antara pelaku tindak pidana dengan korban, maka mediasi penal ini sering juga dikenal dengan istilah ”Victim-Offender Medi-ation” (VOM), Täter-Opfer-Ausgleich (TOA), atau Offender-victim Arrangement (OVA) Walaupun pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktek sering juga kasus pidana diselesaikan di luar pengadilan melalui diskresi polisi atau melalui mekanisme musyawarah/perdamaian atau lembaga permaafan yang  ada di dalam ma-syarakat (musyawarah keluarga; musya-warah desa; musyawarah adat dsb.). Praktek penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan selama ini tidak ada landasan hukum formalnya, sehingga sering terjadi suatu kasus yang secara informal telah ada penyelesaian damai (walaupun melalui mekanisme hukum adat), namun tetap saja diproses ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku. Dalam perkembangan wacana teoritik mau-pun perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai negara, ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi pidana/penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah di bidang hukum pidana.

. Penegakan Hukum terhadap beberapa kasus kasus kecil (insignificant principle)  sudah terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada yang berdampak pada kesengsaraan rakyat. Pembaharuan  penegakan hukum oleh polisi harus  lebih banyak memperhatikan rakyat kecil yang selama ini menjadi korban sistem pemidanaan yang tidak pada tempatnya.  Apa yang diharapkan tentu saja dapat terwujud apabila penegakan hukum benar-benar memiliki fleksibilitas dengan beralih meninggalkan cara-cara represif dalam menangani permasalahan yang timbul dimasyarakat dan yang paling penting adalah dapat menjamin keamanan (to Protect), melayani kepentingan masyarakat (to Service) yang dirumuskan sebagai abdi masyarakat yang berfungsi sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat. . Pemolisian tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi mencari dan melenyapkan sumber kejahatan. Keberhasilan tidak dinilai dari suksesnya menekan angka kejahatan, tetapi ukurannya adalah jikalau kejahatan tidak terjadi. Tentunya tidak mudah untuk menciptakan “truth” antara Polri dan masyarakat, sesuai harapan dari “penegakan hukum yang adil Untuk itu perlu adanya komitmen dari Polri dan masyarakat. Apa yang dikatakan oleh P. Senge tentang komitmen ini, mungkin dapat menjawab hal itu, yaitu (1) pandangan bersama, (2) pemahaman perbedaan, (3) berpikir sistem, (4) pembelajaran bersama, dan (5) efektivitas individu. Atas dasar pemahaman komitmen tersebut, sebenarnya pembaharuan penegakan hukum secara fleksibel sudah mulai  diterapkan oleh Polri tetapi petugas polisi harus tetap memperhatikan prosedur sesuai undang -undang dengan paradigma baru menggunakan hati nurani dalam menegakan hukum tetapi jangan sampai mendapat komplai atau keluhan  dari masyarakat sebagai pelapor.

2 pemikiran pada “Salahkah Polisi dalam proses “insignificant principle”(kasus seperti mbah minah,pencurian semangka)??

  1. briptu andreas

    pada umumnya masyarakat tidak paham dan mengerti tentang keadaan POLRI, sbenarnya dari hati yang paling dalam siapa pun personil POLRI tak akan pernah tega dalam kasus mbah minah mengingat kondisi usia dan nominal barang yang diambil. Tp fakta dalam kasus tersebut kita harus tahu adanya ” Pelapor”. Apa yang dilakukan penyidik jikalau pelapor trus melanjutkan kasus mbh minah keranah hukum.sedangkan mediasi dari tingkat sektoral muspika setempat sudah dilakukan. bukannya Pelapor juga berhak untuk melaporkan pidana yang dialaminya. Dari hati yang paling dalam mewakili seluruh jajaran Kepolisian di Indonesia, kita ” POLRI ” kalo kita boleh kita akan ” menjerit ” Kita benar aja salah apa lagi kita salah. Semua sorotan, hujatan, kritikan tajam, tanpa memperhatikan bahwa Personil POLRI juga manusia. Namun apa pun itu, kita tetap berusaha lebih baik memperbaiki segala kekurangan yang ada. S’mga POLRI akan menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.

  2. gineum pratidina

    sedikit bahasan untuk menjaga nama baik polri ..secara internal dan eksternal …semoga mas a551 …mau dan mampu memberikan arus yang benar ( bukan hanya sebagai insan polri saja …namun sebagai insan manusia utuh ….insan ciptaan Tuhan yang tak ternaungi pimpinan ataupun terintimidasi hirarki kepangkatan ) berani dalam bertindak menurut undang-undang maupun hati nurani….teruskan perjuangan ….demi POLRI yang kita cintai….demi BHAYANGKARA yang mampu melindungi , mengayomi dan melanani masyarakat luas maupun internal pimpinan dan bawahan ….:)

Tinggalkan komentar